Jakarta - Korban kekerasan seksual yang berinisial TR yang berumur 40 tahun pertama sekali berkenalan dengan terduga pelaku pada tahun 2018 dan karena terkena bujuk rayu terduga pelaku maka mereka pun berpacaran secara online.
Pelaku beberapa kali menjanjikan akan menikahi korban TR dan dijanjikan hidup enak dan karena hubungan ibu TR dan suami sering dibumbui pertengkarang akhirnya korban semakin dekat dengan terduga pelaku dan dengan adanya bujuk rayu dan paksaan dari terduga pelaku akhirnya korban mau video call maupun mengirim foto telanjang dada.
Pada akhir tahun 2020 korban menjaga jarak karena suami sudah mengetahui perselingkuhan korban dengan terduga pelaku, tetapi terduga pelaku tidak senang dan pada bulan februari 2021 pelaku menyebarkan foto telanjang dada korban ke Facebook dan men-Tag tempat kerja suami serta keluarga besar suami dan keluarga besar korban sehingga semua orang terdekat suami dan korban mengetahui kasus perselingkuhan dan foto telanjang ini serta pelaku juga menteror anak korban sampai bulan mei agar si korban mau menghubungi terduga pelaku.
Karena hal ini korban sampai mencoba bunuh diri karena mendapat tekanan yang luar biasa, tetapi karena suami dan anak-anak si korban mendukung akhirnya korban tetap kuat dan mantap untuk melaporkan terduga pelaku ke Polisi.
Pada tanggal 19 Maret 2021 korban dan suami serta anak yang didampingi oleh Lembaga Konsultasi Dan Bantuan Hukum Dewan Pimpinan cabang Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (LKBH DPC Permahi) DKI Jakarta melaporkan terduga pelaku ke Polda Metro Jaya dengan nomor LP/1558/III/YAN.2.5/2021/SPKT PMJ.
Lalu 2 minggu setelah pelaporan tersebut Polda Metro Jaya melimpahkan kasus tersebut kepada Polres Jakarta Selatan dengan nomor B/391/III/RES.2.5/2021/Dit Reskrimsus.
Akan tetapi permasalahan timbul di Polres Jakarta Selatan dimana Kasus ibu TR hanya berjalan ditempat yaitu hanya pemeriksaan saksi-saksi tetapi tidak ada kejelasan kasus tersebut padahal sudah memasuki 7 (tujuh) bulan dari laporan dibuat.
"Saya sebagai perempuan indonesia dan perempuan merdeka merasa ikut direndahkan oleh pihak kepolisian karena dengan tidak berjalannya proses hukum yang seharusnya pelaku merasa menang dan korban merasa dihantui rasa berasalah terus menerus karena tidak mendapatkan keadilan, "ucap Ketua cabang DPC Permahi DKI Jakarta Khansa Ihlasi, S.H
Ditambahkan oleh Direktur LKBH DPC Permahi DKI Jakarta Berkatman Syukur Halawa : proses yang dilakukan polres jakarta selatan sangat lambat karena dalam 7 bulan hanya memeriksa saksi-saksi dan tidak ada tindak lanjutnya lagi padahal bukti-bukti yang diberikan LKBH sudah sangat menjelaskan perbuatan terduga pelaku memenuhi unsur-unsur dari pasal 27 ayat 1 JO pasal 45 ayat 1 UU RI No.19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU RI No.11 tahun 2008 tentang ITE.
Oleh karena itu Polisi sebagai institusi Penegak Hukum harus mengedepankan asas/adigium hukum yang mengatakan “Fiat Justitia Ruat Caelum” yang artinya tegakan keadilan meskipun langit akan runtuh.
Untuk itu kami DPC PERMAHI JAKARTA menyatakan sikap "Kami mendesak Polres Jakarta Selatan untuk menindak lanjuti atas laporan Korban TR tersebut", Mudah mudahan kasus ini bisa cepat dapat tanggapan dari pihak penegak hukum.
Demikian press release ini kami sampaikan besar harapan kami kasus ini segera diselesaikan. Atas perhatian dan kerjasama yang baik kami ucapkan terima kasih. (Red)